Garam

Alhamdulillah. Alhamdulillah.. Alhamdulillah...

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya longlai dan air muka yang pucat tak bermaya. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu, anak muda itu menceritakan semua masalahnya. IMPIANnya tidak tercapai. Dia gagal dalam kehidupan dan percintaan.

Pak Tua yang bijak, hanya mendengarnya dengan teliti dan saksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu ke dalam gelas, lalu dikacaunya perlahan dengan sudu. "Cuba minum ini, dan katakan bagaimana rasanya.", ujar Pak tua itu. "Masin sampai pahit. Pahit sekali.", jawab sang tamu sambil meludah ke samping.

Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Dia lalu mengajak tamunya ini untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan berhampiran tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan beriringan, dan akhirnya sampailah mereka di tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengusik ketenangan telaga itu.

"Cuba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah". Saat tamu itu selesai meneguk air itu, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana rasanya?". "Segar.", sahut tamunya. "Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi. "Tidak", jawab si anak muda. Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk bahu si anak muda lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di tepi telaga itu.

"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah umpama segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat bergantung pada wadah atau tempat yang kita miliki. Kepahitan itu, akan di asaskan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan bergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang boleh kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu. Luaskan wadah pergaulanmu supaya kamu mempunyai persekitaran hidup yang luas. Kamu akan banyak belajar daripadanya."

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasihat. "Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."

Keduanya lalu bergerak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan"segenggam garam", untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa "keresahan jiwa."

0 comments: